Mengintegrasikan Iman, Islam, dan Ihsan dalam Membentuk Insan Kamil
Sarah Disviana
Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Jakarta
Reza Anjab Ramadhan
Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Jakarta
Deni Amirullah
Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Jakarta
Andy Hadiyanto
Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Jakarta
Abstrak
Insan kamil berasal dari kata al-insan yang berarti manusia dan al-kamil yang berarti sempurna. Jadi, insan kamil berarti manusia yang sempurna. Dalam membentuk insan kamil, kita harus mengintegrasikan iman, islam, dan ihsan. Ketiga hal tersebut merupakan syarat utama seseorang menjadi insan kamil. Makalah ini disusun dengan tujuan mencari tahu bagaimana hubungan antara iman, islam, dan ihsan dalam membentuk insan kamil.
Kata Kunci: insan kamil, iman, islam, ihsan
Abstract
Insan kamil comes from word al-insan which means a man and al-kamil that have the meaning of perfect. So, insan kamil means a perfect human being. To form insan kamil, we have to integrate faith, islam and ihsan. Three of those things are the main requirement to become an insan kamil. This paper was arranged in purpose to figure out how the relation of faith, islam, and ihsan in the form of insan kamil.
Keywords: insan kamil, faith, islam, ihsan
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam realita kehidupan saat ini, seringkali ditemukan ketidaknyamanan dalam hidup, layaknya perperangan, kemiskinan, kelaparan, dll. Bukan hanya itu, bahkan orang lain juga suka membiarkan keburuka terjadi layaknya hal yang "biasa" dalam kehidupan sehari-hari yang menunjukkan bahwa manusia gagal memahami hakikatnya sebagai manusia. Hal tersebut jelas menunjukkan bahwa manusia sudah mulai kehilangan sifat kemanusiaan dalam dirinya.
Sudah seharusnya jika manusia hidup sebagai "manusia" yang sesungguhnya. Diantaranya seperti tolong menolong, menghilangkan rasa tamak, iri juga dengki terhadap orang lain guna menciptakan kehidupan yang lebih baik. Maka untuk memahami hakikat manusia, manusia itu sendiri harus mengerti arti dari Insan Kamil.
1.2 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam menyusun makalah ini adalah mengumpulkan informasi yang bersangkutan dari berbagai sumber.
PEMBAHASAN
A. Konsep Iman, Islam, dan Ihsan
Iman
Iman memiliki arti ketentraman dan kedamaian kalbu yang dari kata itu bisa muncul kata al-amanah (amanah: dapat dipercaya). Yang dimaksud keimanan seseorang terhadap sesuatu adalah jika dalam hati orang tersebut telah tertanam kepercayaan dan keyakinan tentang sesuatu dan sejak saat itu ia tidak khawatir lagi terhadap menyelusupnya kepercayaan lain yang bertentangan dengan kepercayaannya. Apabila seseorang mengakui dalam hatinya tentang keberadaan Allah, tetapi tidak diikrarkan dengan lisan dan dibuktikan dengan amal perbuatan, maka orang tersebut tidak dapat dikatakan sebagai mukmin yang sempurna. Beriman kepada Allah adalah kebutuhan yang sangat mendasar bagi seseorang. Allah memerintahkan agar umat manusia beriman kepada-Nya, sebagai firman Allah:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ ءَامِنُوا۟ بِٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ وَٱلْكِتَٰبِ ٱلَّذِى نَزَّلَ عَلَىٰ رَسُولِهِۦ وَٱلْكِتَٰبِ ٱلَّذِىٓ أَنزَلَ مِن قَبْلُ ۚ وَمَن يَكْفُرْ بِٱللَّهِ وَمَلَٰٓئِكَتِهِۦ وَكُتُبِهِۦ وَرُسُلِهِۦ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَٰلًۢا بَعِيدًا
Artinya:
“Wahai orang-oran yang beriman. Tetaplah beriman kepada Allah dan Rasulnya (Muhammad) dan kepada Kitab (Al Qur’an) yang diturunkan kepada Rasulnya, serta kitab yang diturunkan sebelumnya. Barangsiapa ingkar kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-rasulNya, dan hari kemudian, maka sungguh orang itu telah tersesat sangat jauh.”(Q.S An Nisa : 136)
Dalam kasus ini, iman disini lebih merujuk ke enam rukun iman.
Enam rukun iman:
1. Percaya kepada Allah
Pengertian Iman kepada Allah adalah membenarkan dengan hati bahwa Allah ada dengan segala sifat keagungan dan kesempurnaannya, kemudian diakui dengan lisan dan dibuktikan dengan amal perbuatan di dunia nyata.
Dalil Naqli Iman Kepada Allah
قُولُوٓا۟ ءَامَنَّا بِٱللَّهِ وَمَآ أُنزِلَ إِلَيْنَا وَمَآ أُنزِلَ إِلَىٰٓ إِبْرَٰهِۦمَ وَإِسْمَٰعِيلَ وَإِسْحَٰقَ وَيَعْقُوبَ وَٱلْأَسْبَاطِ وَمَآ أُوتِىَ مُوسَىٰ وَعِيسَىٰ وَمَآ أُوتِىَ ٱلنَّبِيُّونَ مِن رَّبِّهِمْ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِّنْهُمْ وَنَحْنُ لَهُۥ مُسْلِمُونَ
Artinya:
“Dan Tuhan itu, Tuhan Yang Maha Esa. Tidak ada Tuhan selain Dia. Yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang.”(QS. Al-Baqarah : 136)
2. Percaya kepada Malaikat Allah
Pengertian Iman Kepada Malaikat Allah secara Bahasa ialah percaya, sedangkan secara istilah iman kepada malaikat adalah meyakini sepenuh hati bahwa Allah SWT telah menciptakan Malaikat sebagai makhluk ghaib untuk melaksanakan segala perintah-Nya.
وَلَهُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ وَمَنْ عِنْدَهُ لَا يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِهِ وَلَا يَسْتَحْسِرُونَ
يُسَبِّحُونَ ٱلَّيْلَ وَٱلنَّهَارَ لَا يَفْتُرُونَ
Artinya:”(19) Dan kepunyaan-Nyalah segala yang di langit dan dibumi. Dan malaikat-malaikat yang di sisi-Nya, mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk menyembuh-Nya dan tiada (pula) merasa letih. (20) Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya.”
3. Percaya kepada kitab-kitab
Pengertian iman kepada kitab-kitab Allah adalah mempercayai dan meyakini sepenuh hati bahwa Allah SWT telah menurunkan kitab-kitab-Nya kepada para nabi atau rasul yang berisi wahyu Allah untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia. Ada 3 tingkatan dalam beriman kepada kitab Allah, yaitu:
· Qotmil(membaca saja)
· Tartil(membaca saja)
· Hafidz(membaca, memahami, mengamalkan dan menghafalkan)
4. Percaya kepada rasul-rasul
Secara istilah atau luasnya, iman kepada rasul berarti meyakini dengan sepenuh hsti bahwa Rasul itu benar-benar utusan Allah yang ditugaskan untuk membimbing umatnya ke jalan yang benar agar selamat di dunia dan akhirat.
Perbedaan Nabi dan Rasul
Rasul adalah manusia pilihan yang diberi wahyu oleh Allah untuk dirinya sendiri dan mempunyai kewajiban untuk menyampaikan wahyu yang diberi Allah untuk umatnya. Sedangkan, Nabi adalah manusia pilihan yang diberi wahyu oleh Allah untuk dirinya sendiri tetapi tidak wajib menyampaikannya kepada umatnya. Sehingga seorang rasul pasti adalah nabi, tetapi nabi belum tentu rasul.
5. Percaya kepada hari akhir(kiamat)
Pengertian hari akhir/kiamat adalah hari kebinasaan atau kehancuran dunia dan seisinya. Pengertian hari akhir/kiamat juga terbagi dua yakni pengertian hari akhir menurut bahasa dan pengertian hari akhir menurut istilah. Pengertian hari akhir menurut bahasa (etimologi) adalah hari berakhirnya segala sesuatu yang ada dimuka bumi. Sedangkan pengertian hari akhir menurut istilah (terminologi) adalah peristiwa dimana alam semesta beserta isinya hancur luluh yang akan membunuh semua makhluk didalamnya tanpa terkecuali.
6. Percaya kepada Qada dan Qadar
Iman kepada Qada dan Qadar bearti percaya dan yakin sepenuh hati bahwa Allah SWT mempunyai kehendak, ketetapan, keputusan atas semua makhluk-Nya termasuk segala sesuatu yang meliputi semua kejadian yang menimpa makhluk.
Kejadian itu bisa berupa hal baik atau hal buruk, hidup atau mati, kemunculan atau kemusnahan. Semua menjadi bukti dari kebesaran Allah SWT. Segala sesuatu telah ditetapkan oleh Allah SWT.
Qada berarti
· Hukum atau keputusan (Q.S. Surat An-Nisa’ ayat 65)
· Mewujudkan atau menjadikan (Q.S. Surat Fussilat ayat 12)
· Kehendak (Q.S. Surat Ali Imron ayat 47)
· Perintah (Q.S. Surat Al-Isra’ ayat 23)
Qadar berarti
- Mengatur atau menentukan sesuatu menurut batas-batasnya (Q.S. Surat Fussilat ayat 10)
- Ukuran (Q.S. Surat Ar- Ra’du ayat 17)
- Kekuasaan atau kemampuan (Q.S. Surat Al- Baqarah ayat 236)
- Ketentuan atau kepastian (Q.S. Al- Mursalat ayat 23)
- Perwujudan kehendak Allah swt terhadap semua makhluk-Nya dalam bentuk-bentuk batasan tertentu (Q.S. Al- Qomar ayat 49)
Islam
Islam sendiri secara bahasa memiliki banyak pengertian, beberapa diantaranya:
1. Berserah diri (Aslama)
2. Tunduk patuh (Istislam)
3. Bersih/suci (Saliim)
4. Selamat/sejahtera (Salama)
5. Perdamaian (Silmu)
yang masing-masing sudah dijelaskan di Al-Quran. Islam yang dimaksud dalam hal ini adalah rukun islam, yaitu lima tindakan dasar dalam Islam, dianggap sebagai pondasi wajib bagi orang-orang beriman dan merupakan dasar dari kehidupan Muslim.
Lima rukun islam:
1. Mengucapkan dua kalimat syahadat
2. Mendirikan Shalat
3. Berpuasa di bulan Ramadhan
4. Membayar Zakat
5. Pergi Haji (jika mampu)
Ihsan
Ihsan berasal dari kata hasana yuhsinu, yang artinya adalah berbuat baik, sedangkan bentuk masdarnya adalah ihsanan, yang artinya kebaikan. Allah swt. berfirman. “Jika kamu berbuat baik, (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri…” (QS Al-Isra’: 7). Dan irfman Allah : “Dan berbuat baiklah (kepada orang lain) seperti halnya Allah berbuat baik terhadapmu….” (QS. Al-Qashash: 77).
Ihsan adalah seseorang yang menyembah Allah seolah-olah ia melihat-Nya, dan jika ia tidak mampu melihat-Nya, maka orang tersebut membayangkan bahwa sesungguhnya Allah melihat perbuatannya.
Ihsan juga merupakan puncak ibadah dan akhlak yang senantiasa menjadi target seluruh hamba Allah Swt. Sebab, ihsan menjadikan kita sosok yang mendapatkan kemuliaan dari-Nya. Sebaliknya, seorang hamba yang tidak mampu mencapai target ini akan kehilangan kesempatan yang sangat mahal untuk menduduki posisi terhormat di sisi Allah Swt. Rasulullah Saw pun sangat menaruh perhatian akan hal ini, sehingga seluruh ajaran-ajarannya mengarah kepada satu hal, yaitu mencapai ibadah yang sempurna dan akhlak yang mulia guna mencari rahmat dari Allah Swt. ([ONLINE] https://sepcor.blogspot.com/2015/09/imanislamihsan.html?m=1:2018)
B. Konsep Insan Kamil
Menurut Khan Sahib Khaja Khan, kata ”insan” dipandang berasal dari turunan beberapa kata. Misalnya ”uns” yang artinya cinta. Sedangkan yang lain memandangnya berasal kata ”nas” yang artinya pelupa, karena manusia hidup di dunia dimulai dari terlupa dan berakhir dengan terlupa. Yang lain lagi berkata asalnya adalah ”ain san”, ”seperti mata”. Manusia adalah mata, dengan nama Tuhan menurunkan sifat dan asma-Nya secara terbatas. Insan Kamil, karenanya merupakan cermin yang merupakan pantulan dari sifat dan asma Tuhan", yakni Allah Swt. (Kosasih, Aceng, 2012:2; [ONLINE] https://docplayer.info/36752219-Konsep-insan-kamil-menurut-al-jili-oleh-drs-h-aceng-kosasih-m-ag.html:2018)
Sedangkan menurut Ibn Araby, ada dua tingkatan manusia dalam mengimani Tuhan. Pertama, tingkat insan kamil. Mereka mengimani Tuhan dengan cara penyaksian. Artinya, mereka "menyaksikan" Tuhan; mereka menyembah tuhan yang disaksikannya. Kedua, manusia beragama pada umumnya. Mereka mengimani tuhan dengan cara pendefinisian, yang berarti mereka tidak menyaksikan Tuhan tetapi mereka mendefinisikan Tuhan, berdasarkan sifat-sifat dan nama-nama Tuhan (Asma'ul Husna). (Hadiyanto, Andy. dkk, 2016:93)
Menurut al-Jili, Insan Kamil adalah dia yang berhadapan dengan Pencipta dan pada saat yang sama juga dengan makhluk. Insan Kamil atau manusia sempurna merupakan quib atau axis, tempat segala sesuatu berkeliling dari mula hingga akhir. Oleh karena itu segala sesuatu menjadi ada, maka dia adalah satu (wahid) untuk selamanya. Ia memiliki berbagai bentuk dan ia muncul dalam kana’is atau rupa yang bermacam-macam. Untuk menghormati hal yang demikian, maka namanya dipanggil secara berbeda dan untuk menghormati selain daripadanya, maka panggilan nama yang demikian tidak dipergunakan pada mereka. Siapakah dia? Nama sebenarnya adalah Muhammad, nama untuk kehormatannya adalah Abdul Qosim, dan gelarnya Syamsudin atau Sang Menteri Agama.(Kosasih, Aceng, 2012:4; [ONLINE] https://docplayer.info/36752219-Konsep-insan-kamil-menurut-al-jili-oleh-drs-h-aceng-kosasih-m-ag.html:2018)
Abdulkarim Al-Jilli membagi insan kamil atas tiga tingkatan. yaitu:
1. Tingkatan permulaan (al-bidāyah).
Pada tingkat ini insan kamil mulai dapat merealisasikan asma dan sifat-sifat ilahi pada dirinya.
2. Tingkat menengah (at-tawasuth)
Pada tingkat ini insan kamil sebagai orbit kehalusan sifat manusia yang terkait dengan realitas kasih Tuhan. Pengetahuan yang dimiliki oleh insan kamil pada tingkat ini telah meninngkat dari pengetahuan biasa. karena sebagian hal-hal yang gaib telah dibukakan Tuhan kepadanya.
3. Tingkat terakhir (al-khitām)
Pada tingkat ini insan kamil telah dapat merealisasikan citra Tuhan secara utuh. Ia pun telah dapat mengetahui rincian dari rahasia penciptaan takdir. (Hadiyanto, Andy. dkk, 2016:95)
Insan kamil pada umumnya diartikan sebagai manusia yang sempurna baik dari segi wujud dan pengetahuannya. Kesempurnaan dari segi wujudnya ialah karena dia merupakan manifestasi sempurna dari citra Tuhan, yang pada dirinya tercermin nama-nama dan sifat Tuhan secara utuh. Adapun kesempurnaan dari segi pengetahuannya ialah karena dia telah mencapai tingkat kesadaran tertinggi, yakni menyadari kesatuan esensinya dengan Tuhan, yang disebut makrifat. (ibid, hal.60; [ONLINE] https://pengkajianpelitahati.wordpress.com/2011/04/25/konsep-insan-kamil-ibn-arabi/#_ftn3:2018)
C. Pengaruh iman, Islam, dan ihsan dalam membentuk insan kamil
Kaum muslimin menetapkan adanya tiga unsur penting dalam agama islam yakni, iman, Islam, dan ihsan sebagai kesatuan yang utuh. Para ulama mengembangkan ilmu-ilmu Islam guna memahami ketiga unsur tersebut. (Hadiyanto, Andy. dkk, 2016:98)
Kaum muslimin di Indonesia lebih mengenal istilah akidah, syariat, dan akhlak sebagai tiga unsur pokok ajaran islam. Akidah merupakan cabang ilmu agama untuk memahami pilar iman; syariat merupakan cabang ilmu agam untuk memahami pilar Islam dan akhlak merupakan cabang ilmu agama untuk memahami pilar ihsan. (Hadiyanto, Andy. dkk, 2016:98)
Jika keenam unsur tersebut saling dihubungkan, maka bisa dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1:
Hubungan Islam, Iman dan Ihsan dengan Ilmu-ilmu Islam
No.
|
Unsur
|
Ilmu
|
Objek Kajian
|
1.
|
Islam
|
Syariat
|
Lima rukun Islam
|
2.
|
Iman
|
Akidah
|
Enam rukun iman
|
3.
|
Ihsan
|
Akhlak
|
Bagusnya akhlak sebagai buah dari keimanan dan peribadatan
|
Sumber: Departemen Agama RI
Jika manusia sudah mahami arti iman dan juga beriman dengan benar, juga menjalani Islam dan rukun-rukunnya dengan istiqamah. Maka akan lebih mudah bagi mereka untuk memahami makna ihsan, manusia akan mencapai derajat ihsan dengan meningkatkan terus kualitas iman dan Islam dalam dirinya, dengan begitu menjadi insan kamil bukanlah hal yang mustahil baginya.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qasimi, Muhammad Jamaluddîn. 1986. Bimbingan untuk Mencapai
Tingkat Mu`min: Ringkasan Ihya `Ulumiddîn Al-Ghazali. (Terjemahan). Bandung: CV Diponegoro.
Othman, Ali Issa. 1982. Manusia Menurut Al-Ghazali. (Penerjemah Johan
Smith & Anas Mahyudin Yusuf). Bandung: Pustaka.
Takeshita, Masataka. 2005. Insân Kâmil Pandangan Ibnu `Arabi. Sebuah
Disertasi. Surabaya: Risalah Gusti.
Rahmat, Munawar. 2010. Pendidikan InsanKamil Berbasis Sufisme
Syaththariah. Bandung: ADPISI Press.
Hadiyanto, Andy, dkk. 2016. Pendidikan Agama Islam Cetakan I. Jakarta : Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementrian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi.
[ONLINE] https://pengkajianpelitahati.wordpress.com/2011/04/25/konsep-insan-kamil-ibn-arabi/#_ftn3(08:24/06/072018)
[ONLINE] https://docplayer.info/36752219-Konsep-insan-kamil-menurut-al-jili-oleh-drs-h-aceng-kosasih-m-ag.html(05-07-2018/20:43 Kosasih, Aceng, Makalah: Konsep Insan Kamil Menurut Al-Jilli, 2012)
[ONLINE] https://sepcor.blogspot.com/2015/09/imanislamihsan.html?m=1(06:41/06/07/2018)
DIGITAL
Al-Quran dan Terjemahnya, Departemen Agama RI (dalam Al
Quran Digital).
keyword: tugas kuliah insan kamil, skripsi insan kamil, insan kamil, tugas pai mengintegrasikan iman, makalah kuliah insan kamil, makalah insan kamil
v
BalasHapusmakasih banyak,sangat bermanfaat :)
BalasHapus